Nasib Negeri Kita, Nak!

Nak, beberapa minggu ini, negeri kita mengalami derita. Derita yang sebabnya cukup kompleks, sebagaimana fakta sosial yang selalu tak jomblo. 

Demokrasi memang ribut, Nak, makanya butuh kesabaran bagi pemimpin dan rakyatnya. Demikian halnya parenting yang berangkat dari semangat tersebut. Kami harus sabar mendengar aspirasimu. Sebab kebenaran tak bisa ditafsir tunggal oleh siapapun.

Sebagaimana yang pernah dinasehatkan oleh tokoh penting abad 20, Winston churchill, Nak bahwa demokrasi bukan yang terbaik, tapi belum ada sistem di dunia yang lebih baik. 

Saat ini, ada beberapa momen penting sehingga banyak pihak berekspresi, seperti parlemen yang ingin/telah mengesahkan undang-undang yang dianggap khianati kelahiran reformasi. Di sisi lain, anggota parlemen yakin bahwa ini adalah momen terbaik untuk memperbaiki hukum negeri ini dengan meninggalkan KUHP peninggalan kolonial. 

sumber gambar: http://linka08.deviantart.com

Ada juga momen ketika tanah Merauke akan habis periode undang-undang otonomi khusus (otsus) terkait anggaran khusus. Olehnya itu, pusat dalam meracik revisi UU tersebut harus tetap dalam kesadaran affirmative action. 

Soal lainnya, Nak adalah blunder beberapa orang pemerintah dan oknum yang dianggap buzzer istana yang merespon gerakan civil society beberapa hari lalu dengan diksi dan konten yang kurang bernafaskan ilmu kehumasan modern di era industri 4:0. Mereka seperti ketinggalan membaca literatur terkait digital demokrasi. Sosial media adalah ruang politik yang pola komunikasinya harus berbeda dengan zaman orba, apalagi pola politisi abad pertengahan. 

Konteks selanjutnya Nak, saat ini presiden terpilih sedang menyusun dan membagi “kue” kekuasan. Siapa yang akan duduk di kabinet akan selalu mempertimbangkan fakta kekinian. Pejabat yang gagal menangani masalah sekarang ini akan dengan mudah untuk diganti. Pemburu jabatan akan dengan mudah melobi sang penentu kursi, karena fakta rusuh di depan mata. 

PBB juga lagi bersidang, Nak. Sebagian pihak ingin agar Papua dibahas dalam sidang tersebut. Konflik dan darah adalah pintu masuk yang bagus. Pada dimensi lain, protes teman-teman Papua pada pusat juga bisa dipahami. Mereka lelah dengan ketertinggalan di segala bidang. 

Ada pula sebagian pihak yang secara terbuka ingin menggunakan momentum ini untuk membatalkan hasil pemilu yang  mayoritas voters telah menentukan sikap ke 01. 

Ada juga yang ingin mengganti asas negara dengan ideologi agama tertentu, padahal jika indikator pemilik saham negeri ini adalah para pahlawan yang gugur mengusir penjajah, maka kita akan menemukan beberapa agama di sana. 

Soal lainnya Nak adalah over generalisasi lingkaran istana yang mencap “radikal” semua pihak yang kritis, menuduh mahasiswa bodoh, ditumpangi, bahkan menyudutkan Dian Sastro adalah blunder yang tak perlu. Semua rezim akan menciptakan karya dan melakukan blunder dengan derajat masing-masing, karena rezim dikendalikan oleh manusia biasa, bukan malaikat. Namun blunder kemarin, sangat disayangkan. Sebab, teori dan pengalaman sejarah sudah terlalu banyak untuk mencegah blunder tersebut terjadi. 

Sang pemimpin negeri juga tentu agak galau di momen begini Nak, karena dia tidak pernah mendengar kisah atau pembahasan seperti ini waktu kecil. Dia tidak besar di istana yang terbiasa dengan negosiasi dan dialektika kekuasaan politik. Dia orang kampung di pinggir kali yang menjalani takdir sejarahnya sebagai pemimpin, di negeri yang di tiap pagi ada 265 juta orang yang butuh makan. 

Foto: hidupmahasiswaindonesia.com

Cara Pak Jokowi dalam merespon sikap kritis warga kurang tepat sehingga menjadi bola salju. Ini mengingatkan kita pada momen 212. Mungkin teman diskusinya belakangan ini, terbatas dalam membaca arena sosiologis, psikologis dan antropologis rakyat di zaman post truth ini. 

Selama saya menelitinya untuk agenda tesis Nak, ayah tidak menemukan ia pernah mengalami kompleksitas konflik sosial, politik, dan hukum selevel saat ini. Pada beberapa hal, kadang Pak Jokowi lupa pada karakter dasar berpolitiknya yang telah membesarkannya. Bisa saja karena keterbatasan support data valid atau mungkin kesempatan berefleksi yang semakin berkurang.

Fakta politiknya adalah bahwa Pak Jokowi adalah produk sah pemilu langsung yang telah disepakati bersama sebagai sistem sirkulasi elit. Karena bernegara adalah berkonstitusi, maka hasilnya harus diterima oleh semua pihak. 

Semoga beliau bisa mengambil jalan keluar yang terbaik berkat doa yang orang-orang yang merindukan damai agar pasar terus beroperasi, sekolah tetap buka, dan musik masih bisa didendangkan.  

Pemilik saham awal negeri ini, Soekarno, Hatta, Syahrir, KH. Agus Salim, dkk tentu bersedih di alam sana, Nak, karena cucu-cucunya saling menikam. Republik yang mereka dirikan belum menjadi republik yang memanusiakan manusia. 

Salam

www.republikmanusia.com

Ayah

Andi Zulkarnain ZL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *