SUSI PUDJIASTUTI MENTERI METAL INSPIRASI NEGERI

You can change your live if you want…

(Susi Pudjiastuti)

Masyarakat perlu semakin kritis dalam membaca polemik. Karena itu bisa muncul secara alamiah, bisa juga karena gorengan pihak tertentu yang tidak ingin kabinet Pak Jokowi-JK melaksanakan agenda revolusi mentalnya. Bisa oleh pihak yang masih belum legowo dikalahkan dalam pilpres, bisa juga para mafia yang mulai terganggu piringnya, serta pihak asing yang mulai bersiap pulang kampung kalau tak mau berkompromi dengan standar nasionalisme Pak Jokowi-JK.

Susi Pudjiastuti Sang Inspirator

Fenomena tamatan SMP menjadi menteri di negeri yang lulusan S2, S3 nya sudah banyak memang menarik untuk dibahas. Susi berhasil menghina para ahli yang menghafal ratusan teori tapi miskin karya. Karena kabinet Pak Jokowi-JK adalah kabinet kerja, bukan kabinet teori dan retorika.

Bu Susi meninggalkan sekolah, bukan tanpa basis argumentasi yang kokoh. Beliau sejak SMP sudah membaca buku tentang filsafat eksistensialisme. Bacaan tersebut tentu mempengaruhi jiwa beliau untuk menjadi orang merdeka dalam meraih mimpi. Termasuk dalam memilih lanjut sekolah atau langsung berbisnis. Jadi poinya adalah beliau keluar sekolah karena ingin sekali berbisnis,  bukan karena kenakalan remaja.

Tentang isu yang banyak beredar bahwa Bu Susi bertato dan merokok maka tak layak menjadi menteri merupakan cara pandang yang lucu. Repot kalau kualitas seseorang harus dilihat hanya pada bungkusnya. Harusnya bisa dimaknai kualitas jiwa dan pikiran beliau yang terlihat nyata dengan kemampuannya mempekerjakan puluhan bule dari 32 negara di maskapainya, Susi Air.

Kita pun sudah sering melihat orang yang memakai simbol agama, seperti baju koko, berjenggot, ada warna hitam di jidatnya, tapi ternyata melakukan skandal seks di hotel mewah, terlibat kasus sapi impor, bahkan menjadi tersangka karena mencuri uang yang terkait dengan ibadah di rumah suci Tuhan.

Silahkan mengkritisi orang di kabinet Pak Jokowi-JK, karena memang itulah konsekuensi logis menjadi pejabat publik, yakni siap dievaluasi dan diamati oleh publik. Yang  utama adalah semua itu berangkat dari fakta dan semangat ber-Indonesia, bukan sebaliknya.

Foto: http://simomot.com
Foto: http://simomot.com

Era globalisasi yang riuh sekarang ini, memang dibutuhkan ahli yang memiliki karya di tengah masyarakat, bukan sekedar penghafal teori yang tak tahu keramaian dunia luar. Para nelayan lelah dengan pidato, mereka maunya sederhana, butuh makan, butuh kesejahteraan.

Idealnya mari kita fokus mengawasi Bu Susi serta kabinet lainnya, termasuk Pak Jokowi-JK agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Bagaimana kekuasaan tak digunakan untuk memperkaya diri dan kelompok. Penguasa perlu diawasi agar tidak menjual negeri ini kepada asing dengan membuat aturan dan kebijakan yang merongrong kemandirian.

Era demokrasi yang semakin menuju kematangan, membuka ruang kepada siapa pun untuk menjadi elit penyelenggara negara. Bu Susi yang hanya bermodal ijazah SMP bisa menjadi menteri karena ia memiliki karya yang nyata. Tak masalah bertato dan merokok, toh Bu Susi sangat menjaga integritas, seperti yang diucapkan saat diwawancarai Metro TV, “Jika engkau kehilangan integritas, maka engkau kehilangan kemerdekaan”.

Jadi tak perlu memaksa standar busana Bu Susi yang harus feminim sekali, karena ia dipilih bukan untuk menjadi Putri Indonesia, dia diminta sebagai pekerja di bidang kelautan dan perikanan. Ia ditugaskan untuk melepaskan derita nelayan yang puluhan tahun tercekik kemiskinan. Bu Susi akan kita kritik kalau tak  mampu memaksimalkan pendapatan negara dari sektor kelautan dan perikanan.

Memilih menteri berarti kita tidak sedang memilih guru mengaji, bukan pula memilih guru akhlak. Yang paling utama dari menteri adalah kinerjanya. Selanjutnya, bahwa setiap orang punya hak memiliki masa lalunya. Yang kita butuhkan dari Bu Susi sejak oktober 2014 ini adalah bagaimana membangun Indonesia sesuai job kementeriannya.

Tentang perdebatan gaya Bu Susi yang bisa menginspirasi anak kecil, tentu harus dilihat secara objektif. Pejabat yang bisa memberi inspirasi negatif terhadap anak kecil banyak sekali dan lebih subtantif, misalnya, 300 lebih kepala daerah yang ditangkap KPK, mantan presiden yang selalu lain di mulut dan lain di hati, anggota DPR yang seperti siswa taman kanak-kanak, dan sebagainya.

Media juga terlalu menyoroti sisi pribadi beliau terkait rokok dan tatonya. Padahal, sejatinya ada ribuan dimensi Bu Susi yang bisa disorot untuk menjadi inspirasi positif anak negeri. Hanya perlu dimaklumi juga pemilik media siapa, apa garis politiknya, apa bisnisnya? Apakah akan terganggu oleh kabinet revolusioner Pak Jokowi-JK atau tidak? Meskipun Bu Susi juga kita harapkan untuk bisa menjaga performance di depan publik. Bukan hanya karena tafsir standar etika mayoritas, tapi juga karena suhu politik yang masih panas serta bahaya konsolidasi sengkuni yang ingin mengganjal revolusi kerja Pak Jokowi-JK.

Menteri tak cukup teori, tapi pengalaman lapangan karena ini kabinet kerja. Sepak terjang yang panjang sebagai CEO maskapai yang memiliki penerbangan dari Sabang sampai Merauke tentu jauh lebih mendesak untuk Indonesia. Menteri tak perlu ahli pidato, tapi wajib ahli kerja karena tugasnya hanya pembantu, yakni pembantu (Presiden Jokowi) yang dipilih secara politik dengan mekanisme langsung oleh rakyat.

Sudah ratusan tahun pasca penjajah masuk di bumi nusantara, kejayaan di wilayah laut tak nampak. Kisah pelaut ulung dan keagungan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Bone, Demak, Gowa, Ternate, Samudra Pasai,  dan lainnya hanya menjadi dongeng pengantar tidur anak Indonesia sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu.  Menteri terkait kelautan dan perikanan silih berganti, tapi tak mampu mengembalikan sejarah heroik kemaritiman menjadi kisah yang kembali nyata.

Foto: www.bartintl.com
Foto: www.bartintl.com

Menteri alumni SMP ternyata berhasil menjadi pengusaha sukses di bidang eksportir hasil-hasil perikanan dan juga penerbangan. Bu Susi, pada tahun 2012 usaha penerbangannya mendatangkan pendapatan Rp 300 miliar dan melayani 200 penerbangan perintis. Ia meraih penghargaan seperti Pelopor Wisata dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat pada 2004, Young Entrepreneur of the Year dari Ernst and Young Indonesia tahun 2005, serta Primaniyarta Award for Best Small & Medium Enterprise Exporter 2005 dari Presiden Republik Indonesia.Tahun 2006, ia menerima Metro TV Award for Economics, Inspiring Woman 2005 dan Eagle Award 2006 dari Metro TV, Indonesia Berprestasi Award dari PT Exelcomindo dan Sofyan Ilyas Award dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009 (sumber).

Bu Susi juga pernah mendapat penghargaan yang diserahkan oleh Hillary Clinton, sebagai satu dari 24 wanita berpengaruh di dunia. Lantas masih perlukah kita memperdebatkan tato dan rokok Bu Susi. Negeri ini harus berlari mengejar ketertinggalan di segala lini. Maka publik perlu belajar memilih dan memilah topik perdebatan agar energi tak terbuang sia-sia. Ketika terkait dengan berbangsa dan bernegera, maka mari fokus pada dosa publik dan amal publik, bukan hal sepele.

Setiap orang selalu memiliki sisi positif dan negatif, sikap yang bijak adalah menghubungkan kelebihan dan kekurangan seseorang sesuai dengan jobnya. Kalau yang menjadi pejabat haruslah orang positif 100% maka tentu tidak ada yang lolos, termasuk pihak yang mem-bully Bu Susi di media sosial.

Pertanyaan kepada para politisi dan tokoh agama yang mengkritik Bu Susi adalah apa yang anda telah lakukan untuk masyarakat, berapa yang anda angkat derajatnya dengan memberinya pekerjaan yang layak, apa yang anda sumbangkan saat bencana, seperti tsunami Aceh. Kalau tidak jelas, maka pada titik itu, Bu Susi sedikit lebih mulia dari anda.

Yang paling berbahaya adalah orang yang mengaku suci dan bersih tapi bertato jiwanya. Ciri orang yang bertato jiwanya adalah sulit menerima kekalahan, tidak mau lihat orang senang, hanya memikirkan nasib diri dan kelompok, selalu hanya melihat sisi negatif orang dan melupakan sisi positif, tak mau memberikan waktu kepada orang lain untuk membuktikan kinerja, mudah terprovokasi oleh isu bahkan fitnah, serta sempit dalam memaknai agama.

Pak Jokowi memilih dan melindungi Bu Susi

Kalau Pak Jokowi kagum dengan Bu Susi, merupakan suatu kewajaran karena mereka memang memiliki gaya yang mirip, seperti; spontan, tak suka formalitas dan gemar blusukan ketika mengelola berbagai bisnisnya. Seperti kesaksian Pak Dahlan Iskan dalam web pribadinya, Bu Susi merupakan tipe pekerja keras yang unik. Bu Susi terkadang menjadi pramugari yang melayani semua penumpang yang ada di pesawatnya, padahal ia seorang bos besar (lihat).

Pak Jokowi berpengalaman mengalami pro kontra, juga terkait dengan tim kerjanya. Kita masih ingat Pak Jokowi sebagai gubernur DKI pasang badan saat Lurah Susan didemo oleh oknum tertentu karena persoalan beda agama dengan penduduk mayoritas. Pak Jokowi menjelaskan bahwa ia tak akan mengganti Lurah Susah hanya karena persoalan agama, tetapi penggantian terlaksana ketika terkait persoalan kinerja.

Pak Jokowi memilih Bu Susi agar menteri tersebut bisa memahami betul derita kaum miskin di negeri ini, karena dia bekas penjual ikan. Bu Susi diasumsikan bisa lebih menjiwai derita kaum proletar, dan paham bagaimana bisa lepas dari rantai setan kemiskinan tersebut. Ya, itu terbukti ketika saat ini Bu Susi telah menjadi millioner dan menerima berbagai penghargaan nasional dan internasional.

 

Lebih baik bertampang preman, tapi berjiwa malaikat,

daripada bertampang ustad/pendeta tapi berjiwa preman.

Jakarta, 29 Oktober 2014

Salam

A.Zulkarnain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *