NUSANTARA SETARA

Beberapa waktu lalu penulis menjemput teman di bandara Soekarno Hatta. Ia terkejut saat melihat di dalam area bandara sudah ada jalan layang, maklum di Makassar baru ada satu jalan layang, itupun posisinya pas di tengah kota, bukan di dalam area Bandara. Dan tentu keberadaannya belum lama. Sedangkan di Jakarta ada begitu banyak.  Dalam perjalanan menuju rumah, ia terus takjub melihat banyaknya jalan layang yang dilalui.

Kisah selanjutnya, suatu waktu, saat penulis mudik. Ada istri seorang teman yang menyampaikan bahwa ia ingin sekali jalan-jalan ke Jawa. Saat saya tanya apa alasanya. Ia menjawab dengan penuh semangat. “saya ingin sekali merasakan naik kereta api”.

Kisah lainnya, seorang teman yang datang dari daerah, sangat kaget ketika melihat di depan matanya lewat bus yang begitu panjang. Orang Jakarta menyebutnya Busway gandeng. Selama ini katanya, hanya melihat bus seperti itu di dalam film.

Ini kisah menarik untuk ditertawai.

Ditertawai karena menjadi bukti gagalnya suatu negara yang mengaku besar untuk membagi kesejahteraan. Gagalnya suatu negara yang akan berumur 70 tahun  membagi kue yang dimilikinya. Kisah tentang tak adilnya negara terhadap seluruh anak-anak ibu pertiwi. Kisah negara yang rakyatnya selalu diminta menyanyikan dengan khusyuk dan merdu lagu dari Sabang sampai Meraoke, tapi 70% uangnya beredar hanya di satu kota yang bernama Jakarta.

 

Jakarta-Indonesia-2

 

Maka ketika terjadi pemberontakan di Papua, Aceh, Poso dan daerah lainnya, bukan lagi saatnya mengirimkan mereka senjata dan pasukan pembunuh yang ada logo merah putih di seragamnya, cukup kirimkan mereka kesejahteraan dan keadilan.

Ketika sebagian pemuda bangsa ini memilih mengusung ideologi radikal, bahkan mereka kadang di cap teroris, maka tak perlulah menghabiskan APBN untuk belanja alat canggih melumpuhkan para teroris itu. Apalagi terus berpikir negatif kepada siapapun  yang menggunakan busana serta kosakata yang mirip mereka. Cukup gugurkan fakta yang mereka jadikan alasan untuk mengubah ideologi bangsa. Cukup hilangkan segala fakta buruk (kemiskinan, ketimpangan) yang mereka jadikan bahan propaganda dan doktrinasi membangun militansi kader. Buktikan kepada mereka bahwa Pancasila sudah sangat sempurna untuk Indonesia yang multi etnis dan multi agama. Yakinkan mereka bahwa pada nasi yang mereka makan ada Pancasila, pada rumah yang mereka tempati ada Pancasila, pada taman yang mereka nikmati ada Pancasila.

Pancasila sebagai falsafah bernegara (philosophical Foundation), indah bukan karena dipaksakan indah, tapi karena keindahannya hadir secara nyata pada siapapun yang menginjakkan kakinya di bumi yang bernama Indonesia.

Foto: indonesiaproud.wordpress.com
Foto: indonesiaproud.wordpress.com

Sebab, sejatinya, kita bernegara karena kita sepakat dengan Roger H. Soltau bahwa negara adalah agen (agency) dan kewenangan (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. Bukan atas nama suku tertentu, agama tertentu, maupun kelompok tertentu.

Jakarta, 5 Februari 2015

A.Zulkarnain

***

Stop Republik Binatang

Hadirkan Republik Manusia

 

Salam

www.republikmanusia.com

Leave a Reply to Suadi Putra Cancel reply

Your email address will not be published.