Marquez dan Politisi Muda Indonesia
Minggu (10/11/13) Marc Marquez resmi menjadi juara dunia termuda sepanjang sejarah Motogp. Marquez menjadi idola baru karena dia merupakan rookie pertama di kelas primer yang jadi juara dunia, sejak Kenny Roberts menjadi juara dunia di kelas 500 cc pada 1978.
Rekor selanjutnya, pada usia 20 tahun 266 hari, Marquez jadi juara dunia termuda kelas primer sepanjang sejarah, melewati rekor Freddie Spencer yang meraih gelar juara dunia 1983 di kelas 500 cc ketika berumur 21 tahun 258 hari, juga dengan mengendarai Honda. Kemudian Marquez adalah pebalap keempat dalam 65 tahun Grand Prix yang bisa memenangi tiga kelas berbeda, setelah Mike Hailwood, Phil Read, dan Valentino Rossi.
Fenomena Marquez mempertegas tentang kekuatan anak muda. Yang ketika diberi ruang untuk berkompetisi secara fair, maka mereka akan memberikan hasil yang terbaik.
Fenomena Marquez juga mengajarkan bahwa kesuksesan harus dicapai dengan proses yang baik, bukan dengan menipu, mencuri. Dengan prestasi Marquez sebagai juara dunia pada kelas 125 (2010) dan juara dunia kelas moto2 (2012) membuat manajer Tim Repsol Honda meliriknya untuk menggantikan posisi Stoner yang pensiun tahun lalu.
Menjadi orang nomor satu dalam kejuaraan motor balap paling bergengsi di jagad ini menjadi saksi atas suatu kematangan proses, karena seorang pembalap pada kelas tersebut harus mampu membalap diatas kecepatan rata-rata.
Hal lain yang perlu para politisi muda pelajari dari Marquez adalah ketika dominan orang Spanyol mengidolakan Marquez daripada Lorenzo, yang notabene keduanya berdarah Spanyol. Bahkan Lorenzo lebih senior dan punya prestasi lebih banyak untuk saat ini.
Salah satu yang bisa menjelaskan fenomena tersebut adalah masalah sikap. Marquez dilihat lebih ramah kepada fans dan kepada sesama pembalap. Hal tersebut berbeda dengan Lorenzo yang dianggap terkadang sedikit sombong kepada fans dan pembalap lain.
Marquez besar bukan karena nama besar orang tuanya, sebagaimana beberapa penyakit politisi muda di negeri ini, tapi Marquez berhasil memaksa dirinya untuk disiplin belajar dan terus berjuang mencapai visi.
Perjuangan Marquez menjadi tokoh dalam dunia kecepatan, bukan melalui proses instan. Hasil tersebut diperoleh setelah beberapa kali harus terluka dan patah karena kecelakaan dalam latihan maupun race.
Politisi muda saat ini, banyak yang mau mencapai sukses dengan cara instan. Mereka tak malu menipu, mencuri, bahkan terkadang harus menendang sahabat seperjuanganya sendiri.
Marquez bukanlah pembalap manja, yang takut berhadapan dengan resiko. Marquez tak pernah mengeluh ketika harus berkompetisi dengan pembalap yang lebih tua di motogp, seperti Rossi, Lorenzo dan Pedrosa.
Marquez tidak mengutuk yang tua, tapi justru mengambil hal positif darinya. Kita lihat, bagaimana Marquez selalu memutar ulang video balapan yang telah lewat untuk mempelajari karakter sirkuit dan meneliti bagaimana seniornya menaklukkan sirkuit tersebut. Pada gaya seniornyalah Marquez mendapat inspirasi untuk melakukan hal yang lebih canggih dan seksi.
Akhlak Marquez juga perlu dipelajari oleh para politisi muda. Kita bisa mendengar komentar Marquez sesaat setelah resmi menjadi juara dunia, semalam. Dia mengatakan bahwa dia harus berjuang keras, karena bersaing dengan para pembalap terbaik dalam dunia motogp.
Jadi, Maqrquez tidak menghina atau melemahkan pihak yang telah nyata dikalahkannya, bahkan Marquez mengangkat derajat mereka di depan fansnya masing-masing.
Ya, itulah Marquez pembalap usia 20 tahun yang menjadi juara dunia termuda dalam sejarah Motogp.
***
Pemuda harusnya mampu menjadi cahaya pada kegelapan, bukan menyempurnakan kegelapan.